PENDAHULUAN
Dalam dua tahun belakangan ini, Indonesia mengalami perlambatan ekonomi. Tidak hanya Indonesia, namun hal ini juga terjadi pada negara berkembang dan negara maju lainnya. Fenomena ini dinilai sebagai krisis moneter yang lebih buruk daripada krisis yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2008 dan resesi di Eropa pada tahun 2012. Negara berkembang yang mengandalkan kegiatan ekspor menjadi pihak yang paling terpengaruhi, termasuk Indonesia. Kondisi politik di kiblat perekonomian dunia, Amerika Serikat, juga mempengaruhi kondisi ekonomi di negara-negara lain. Terutama di saat menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat, berarti akan ada pergantian kekuasaan di negeri penguasa tersebut. Ketidakstabilan politik yang mungkin akan timbul akibat pergantian kekuasaan tersebut memunculkan ketidakstabilan ekonomi di hampir semua negara di dunia. Untuk menghadapi permasalahan tersebut, pemerintah Indonesia berupaya untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional dan mewujudkan konsolidasi fiskal, khususnya untuk tahun 2017.
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menyebutkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan APBN 2017 antara lain:
1. Pentingnya menjaga dan mengendalikan inflasi;
1. Pentingnya menjaga dan mengendalikan inflasi;
2. Perumusan asumsi-asumsi dasar ekonomi makro harus dibuat dengan pertimbangan potensi pengaruh ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia;
3. Manfaatkan momentum amnesti pajak;
4. Kebijakan belanja pemerintah diharapkan mengikuti prinsip “money follow program” dengan berfokus pada program prioritas nasional seperti pembangunan infrastruktur dan pelayanan di bidang kesehatan serta pendidikan;
5. Efisiensi belanja negara melalui pemangkasan belanja untuk program-program nonprioritas.
APBN 2017 merupakan tahun ketiga dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Tahun 2015 difokuskan kepada perubahan paradigma pengelolaan keuangan negara dengan mengalihkan sebagian belanja yang bersifat konsumtif menjadi produktif melalui reformasi subsidi energy dan belanja K/L. Tahun 2016 merupakan tahun percepatan anggaran yang dilakukan pemerintah melalui perubahan regulasi dalam mendorong percepatan lelang pada triwulan IV tahun anggaran sebelumnya, terutama belanja infrastruktur. Sedangkan tahun 2017 ditetapkan oleh pemerintah sebagai tahun konsolidasi fiskal.
Konsolidasi fiskal dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk menjaga kepercayaan pasar dan dunia usaha, serta menjadi basis perencanaan fiskal dan pembangunan yang lebih realistis di tahun 2017. Demi mencapai konsolidasi fiskal, pemerintah telah menyusun RAPBN 2017 berdasarkan tumpuan tiga kebijakan utama, yakni pertama dari sisi pendapatan, pajak diharapkan dapat mendukung ruang gerak perekonomian sekaligus menjadi insentif untuk perekonomian nasional. Kedua dari sisi belanja, pemerintah memfokuskan untuk meningkatkan kualitas belanja negara. Ketiga dari sisi pembiayaan, kebijakan diarahkan untuk menjaga defisit dan rasio utang.
PEMBAHASAN
Kebijakan Pendapatan Negara
Dalam RAPBN 2017, pendapatan negara dianggarkan sebesar Rp1.737,6 T dengan rincian proyeksi penerimaan perpajakan sebesar Rp1.495,9 T, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp240,4 T, dan penerimaan hibah sebesar Rp1,4 T. Sebagai perbandingan, pada APBNP 2016 pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp1.786,2 T dengan rincian proyeksi penerimaan perpajakan sebesar Rp1.539,2 T, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp245,1 T, dan penerimaan hibah sebesar Rp2 T.
Secara umum, terdapat penurunan dalam target penerimaan negara tahun 2017 yang dianggarkan pemerintah sebesar 2,7% dari tahun sebelumya. Pemerintah dinilai melakukan perencanaan RAPBN 2017 dengan cara yang konservatif, ambisius namun tetap realistis. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah masih akan memprediksi pada tahun 2017 setidaknya pelemahan ekonomi masih mempengaruhi Indonesia. Kebijakan pemerintah yang dinilai konservatif ini juga ditunjukkan melalui asumsi dasar ekonomi makro RAPBN 2017 dimana pertumbuhan ekonomi diproyeksi sebesar 5,3%, hanya naik sebesar 0,1% dari tahun 2016, dan tingkat inflasi yang sama pada tahun 2016 sebesar 4%.
Dari komponen penerimaan perpajakan, pemerintah melakukan perbaikan perhitungan penerimaan tahun 2017 agar sejalan dengan perhitungan pendapatan perpajakan yang rasional di tahun 2016. Terdapat penurunan target penerimaan perpajakan tahun 2017 sebesar 2,8%, yang menandakan bahwa pemerintah mencoba untuk realistis dalam menetapkan target penerimaan pajak. Bahkan dengan masih bergulirnya program Tax Amnesty hingga bulan Maret 2017, penurunan anggaran penerimaan pajak ini mencerminkan sikap antisipasi pemerintah apabila keberhasilan program tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Namun, pemerintah dalam APBNP 2016 memprediksikan akan terjadi shortfall penerimaan perpajakan mencapai Rp219 T. Hal tersebut membuat proyeksi penerimaan pajak di tahun 2017 akan tetap tumbuh sebesar 13-15% dari perbaikan basis perhitungan pajak tahun 2016.
Lebih lanjut, kebijakan perpajakan tetap diarahkan untuk mengoptimalkan potensi pajak, namun tetap dijaga untuk mendorong iklim investasi dan dunia usaha melalui pemberian insentif perpajakan. Hal tersebut didukung dengan adanya kebijakan Tax Amnesty, peningkatan tax base dan kepatuhan Wajib Pajak, rencana revisi regulasi perpajakan di tahun 2017 antara lain UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU Pajak Penghasilan, UU Pajak Pertambahan Nilai, dan UU Bea Materai, dan perpajakan internasional yang diarahkan untuk mendukung transparansi dan pertukaran informasi, pertumbuhan investasi, peningkatan perdagangan, dan perlindungan industri dalam negeri.
Untuk mencapai target penerimaan perpajakan, dalam RAPBN tahun 2017 pemerintah telah menetapkan akan menerapkan beberapa kebijakan umum dalam perpajakan, antara lain:
1. Optimalisasi perpajakan dalam rangka peningkatan tax ratio dan pemenuhan kebutuhan pendanaan APBN;
2. Meningkatkan daya beli masyarakat, iklim investasi, dan daya saing industri nasional;
3. Mendorong hilirisasi industri dalam negeri;
4. Pengendalian konsumsi barang tertentu dan negative externality;
5. Peningkatan kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance);
6. Kebijakan perpajakan internasional yang diarahkan mendukung era transparasi informasi di bidang perpajakan dan penanggulangan penghindaran pajak; dan
7. Meningkatkan kualitas pelayanan dan kompetensi SDM dalam rangka mengoptimalkan penerimaan perpajakan.
1. Optimalisasi perpajakan dalam rangka peningkatan tax ratio dan pemenuhan kebutuhan pendanaan APBN;
2. Meningkatkan daya beli masyarakat, iklim investasi, dan daya saing industri nasional;
3. Mendorong hilirisasi industri dalam negeri;
4. Pengendalian konsumsi barang tertentu dan negative externality;
5. Peningkatan kepatuhan Wajib Pajak (tax compliance);
6. Kebijakan perpajakan internasional yang diarahkan mendukung era transparasi informasi di bidang perpajakan dan penanggulangan penghindaran pajak; dan
7. Meningkatkan kualitas pelayanan dan kompetensi SDM dalam rangka mengoptimalkan penerimaan perpajakan.
Dari komponen Penerimaan Negara Bukan Pajak, target penerimaan PNBP tahun 2017 turun sebesar 1,9% dibandingkan dengan APBNP 2016. Hal tersebut disesuaikan dengan asumsi dasar ekonomi makro yang telah ditetapkan pemerintah yaitu indikator harga minyak mentah Indonesia (ICP), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan lifting minyak bumi dan gas bumi pada tahun 2017.
Rincian PNBP RAPBN 2017 dan APBNP 2016
Untuk mencapai target penerimaan PNBP, pemerintah harus mengambil langkah pasti seperti penggalian potensi PNBP dengan tetap menjaga pelayanan dan kelestarian lingkungan serta meningkatkan kontribusi Kementerian/Lembaga dalam menyumbang porsi PNBP. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara antara lain (i) mengurangi inefisiensi dan kebocoran sumber Migas dan Minerba, serta pengendalian cost recovery bagi Kementerian ESDM (ii) pengelolaan hasil laut yang lebih seimbang bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (iii) meningkatkan kinerja BUMN bagi Kementerian BUMN, dan (iv) memperbaiki tarif dan jenis PNBP agar lebih realistis, namun tetap memperhatikan pelayanan publik bagi K/L lainnya.
Adapun arah dan kebijakan umun PNBP yang telah ditetapkan oleh pemerintah antara lain:
1. Monitoring proyek pengembangan laporan onstream tahun 2017 agar dapat berjalan tepat waktu;
2. Optimalisasi pemanfaatan Gas Bumi ke stakeholder domestik;
3. Kebijakan penetapan harga Gas Bumi tertentu untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri;
4. Koordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi pemerintah pemeriksa guna peningkatan kepatuhan wajib bayar PNBP Pertambangan;
5. Sistem penatausahaan hasil hutan berbasis teknologi informasi untuk memantau pengelolaan hutan secara online;
6. Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan melalui pemberantasan illegal, unreported, and unregulated fishing;
7. Meningkatkan dan mengoptimalkan PNBP K/L; dan
8. Meningkatkan kinerja BUMN dan peranannya kepada APBN.
1. Monitoring proyek pengembangan laporan onstream tahun 2017 agar dapat berjalan tepat waktu;
2. Optimalisasi pemanfaatan Gas Bumi ke stakeholder domestik;
3. Kebijakan penetapan harga Gas Bumi tertentu untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri;
4. Koordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi pemerintah pemeriksa guna peningkatan kepatuhan wajib bayar PNBP Pertambangan;
5. Sistem penatausahaan hasil hutan berbasis teknologi informasi untuk memantau pengelolaan hutan secara online;
6. Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan melalui pemberantasan illegal, unreported, and unregulated fishing;
7. Meningkatkan dan mengoptimalkan PNBP K/L; dan
8. Meningkatkan kinerja BUMN dan peranannya kepada APBN.
Kebijakan Belanja Negara
Pemerintah dalam RAPBN 2017 mencoba untuk melakukan belanja yang ekspansif walaupun dari sisi pendapatan negara kebijakan diambil secara realistis dan konservatif. Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk mengangkat lebih jauh pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah-tengah perlambatan ekonomi yang terjadi di dunia.
Belanja negara dalam RAPBN 2017 dianggarkan sebesar Rp2.070,5 T dengan rincian Belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.310,4 T (9,5% dari PDB) dan Transfer ke daerah dan Dana desa sebesar Rp760T. Jika dibandingkan dengan APBNP 2016, Belanja negara dianggarkan sebesar Rp2.082,9T dengan rincian Belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.306,7 T dan Transfer ke daerah dan Dana desa sebesar Rp776,3 T.
Belanja negara dalam RAPBN 2017 dianggarkan sebesar Rp2.070,5 T dengan rincian Belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.310,4 T (9,5% dari PDB) dan Transfer ke daerah dan Dana desa sebesar Rp760T. Jika dibandingkan dengan APBNP 2016, Belanja negara dianggarkan sebesar Rp2.082,9T dengan rincian Belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.306,7 T dan Transfer ke daerah dan Dana desa sebesar Rp776,3 T.
Rincian Belanja Pemerintah Pusat RAPBN 2017 dan APBNP 2016
Secara umum anggaran belanja negara tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 0,6% dibandingkan dengan tahun 2016. Hal ini menunjukkan adanya komitmen dari pemerintah untuk melakukan efisiensi belanja operasional namun tetap fokus pada pembangunan infrastruktur, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial, serta penciptaan lapangan kerja. Namun demikian, untuk menciptakan alokasi belanja yang efektif dan tajam, pemerintah masih menghadapi tantangan dalam pengelolaan negara. Dari sisi pendapatan, pemerintah dihadapkan pada keterbatasan kapasitas fiskal akibat dari belum optimalnya pendapatan negara. Dari sisi pengeluaran, ruang gerak pemerintah untuk melakukan belanja secara ekspansif dibatasi oleh mandatory spending yang mengambil porsi tetap dalam anggaran belanja. Sementara itu, adanya batasan defisit anggaran sebesar 3% dari PDB dan jumlah pinjaman maksimal sebesar 60% dari PDB juga menjadi tantangan yang dihadapi pemerintah.
Untuk menghadapi tantangan dan masalah tersebut, pemerintah menetapkan pokok-pokok kebijakan belanja pemerintah pusat sebagai berikut:
1. Konsisten dalam mendorong belanja produktif dan prioritas melalui:
a. Mendukung pembangunan infrastruktur untuk peningkatan kapasitas produksi dan daya saing;
b. Mendukung pembangunan mencakup tiga dimensi (manusia, sektor unggulan, serta pemerataan dan kewilayahan).
2. Melanjutkan efisiensi belanja operasional dan nonprioritas serta penajaman belanja nonoperasional;
3. Melanjutkan kebijakan efisiensi subsidi yang lebih tepat sasaran melalui perbaikan mekanisme penyaluran dan akurasi basis data penerima;
4. Meningkatkan kualitas dan efektivitas program perlindungan sosial (KIP, KIS, Rastra, Bidik Misi) melalui perbaikan sistem dan akurasi data;
5. Meningkatkan efektivitas pelayanan dan keberlanjutan program SJSN melalui perbaikan mutu layanan dan manajemen program;
6. Memantapkan reformasi birokrasi dengan menjaga kesejahteraan aparatur negara;
7. Memperkuat kepastian dan penegakan hukum, stabilitas pertahanan dan keamanan, politik, dan demokrasi;
8. Mengantisipasi ketidakpastian perekonomian melalui dukungan cadangan risiko.
1. Konsisten dalam mendorong belanja produktif dan prioritas melalui:
a. Mendukung pembangunan infrastruktur untuk peningkatan kapasitas produksi dan daya saing;
b. Mendukung pembangunan mencakup tiga dimensi (manusia, sektor unggulan, serta pemerataan dan kewilayahan).
2. Melanjutkan efisiensi belanja operasional dan nonprioritas serta penajaman belanja nonoperasional;
3. Melanjutkan kebijakan efisiensi subsidi yang lebih tepat sasaran melalui perbaikan mekanisme penyaluran dan akurasi basis data penerima;
4. Meningkatkan kualitas dan efektivitas program perlindungan sosial (KIP, KIS, Rastra, Bidik Misi) melalui perbaikan sistem dan akurasi data;
5. Meningkatkan efektivitas pelayanan dan keberlanjutan program SJSN melalui perbaikan mutu layanan dan manajemen program;
6. Memantapkan reformasi birokrasi dengan menjaga kesejahteraan aparatur negara;
7. Memperkuat kepastian dan penegakan hukum, stabilitas pertahanan dan keamanan, politik, dan demokrasi;
8. Mengantisipasi ketidakpastian perekonomian melalui dukungan cadangan risiko.
Selain Belanja pemerintah pusat, komponen belanja negara juga terdiri atas Transfer ke daerah dan Dana desa. Adapun pokok-pokok kebijakan permerintah terkait Transfer ke daerah dan Dana desa sebagai berikut:
1. Mengkonsolidasikan anggaran Transfer ke daerah dan Dana desa sejalan dengan anggaran K/L;
2. Memperbaiki pengalokasian dan optimalisasi penggunaan Dana transfer umum;
3. Memperbaiki pengalokasian Dana transfer khusus untuk mempercepat peningkatan pelayanan dasar publik antara lain melalui alokasi DAK fisik berdasarkan proposal based dan prioritas nasional serta afirmasi kepada daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan, dan transmigrasi;
4. Mengalokasikan anggaran Dana insentif daerah untuk memberikan pernghargaan kepada derah yang berkinerja baik dalam pengelolaan keuangan daerah, pelayanan dasar publik, serta perekonomian dan kesejahteraan daerah;
5. Melakukan efisiensi dan efektivitas Data otonomi khusus (Otsus) Provinsi Papua, Papua Barat, Aceh, dan Dana Keistimewaan DIY; dan
6. Mengalokasikan Dana desa secara bertahap untuk memenuhi amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
1. Mengkonsolidasikan anggaran Transfer ke daerah dan Dana desa sejalan dengan anggaran K/L;
2. Memperbaiki pengalokasian dan optimalisasi penggunaan Dana transfer umum;
3. Memperbaiki pengalokasian Dana transfer khusus untuk mempercepat peningkatan pelayanan dasar publik antara lain melalui alokasi DAK fisik berdasarkan proposal based dan prioritas nasional serta afirmasi kepada daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan, dan transmigrasi;
4. Mengalokasikan anggaran Dana insentif daerah untuk memberikan pernghargaan kepada derah yang berkinerja baik dalam pengelolaan keuangan daerah, pelayanan dasar publik, serta perekonomian dan kesejahteraan daerah;
5. Melakukan efisiensi dan efektivitas Data otonomi khusus (Otsus) Provinsi Papua, Papua Barat, Aceh, dan Dana Keistimewaan DIY; dan
6. Mengalokasikan Dana desa secara bertahap untuk memenuhi amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Kebijakan Pembiayaan Anggaran
Sikap pemerintah dalam menghadapi proyeksi pendapatan negara pada tahun 2017, sebagaimana tertuang dalam RAPBN 2017, yang cenderung untuk realistis dan konservatif, ditambah dengan komitmen pemerintah untuk melakukan belanja negara secara ekspansif menimbulkan permasalahan baru. Hal tersebut berakibat pada defisit anggaran yang melebar yang semakin membebani APBN.
Penerapan kebijakan fiskal ekspansif tersebut diikuti dengan pengelolaan kebijakan fiskal yang sehat dan berkesinambungan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengendalikan defisit dalam batas aman;
2. Mengendalikan rasio utang terhadap PDB menlalui pengendalian pembiayaan yang bersumber dari utang dalam batas yang terkendali (manageable), serta mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif; dan
3. Mengendalikan keseimbangan primer melalui pengendalian kerentanan fiskal (fiscal vulnerability).
1. Mengendalikan defisit dalam batas aman;
2. Mengendalikan rasio utang terhadap PDB menlalui pengendalian pembiayaan yang bersumber dari utang dalam batas yang terkendali (manageable), serta mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif; dan
3. Mengendalikan keseimbangan primer melalui pengendalian kerentanan fiskal (fiscal vulnerability).
Rincian Pembiayaan Anggaran RAPBN 2017 dan APBNP 2016
Pembiayaan anggaran tahun 2017 pada RAPBN tertuang sebesar Rp332,8 T, jika dibandingkan dengan APBNP 2016 yang sebesar Rp296,7 T, terdapat kenaikan yang cukup signifikan sebesar 12%. Sedangkan keseimbangan primer pada RAPBN 2017 sebesar Rp111,4 T dan pada APBNP 2016 sebesar Rp105,5 T. Hal tersebut menandakan belanja yang dilakukan pemerintah dalam hal pembayaran bunga utang pada tahun 2017 mengalami kenaikan dibanding tahun 2016. Lebih lanjut, pembayaran bunga utang yang makin besar dibayar oleh pemerintah dengan membuat utang baru. Hal ini tentu saja mengakibatkan siklus yang terus berulang dan ketergantungan pemerintah kepada utang terus bertambah.
Dalam RAPBN 2017 terdapat perubahan klasifikasi pembiayaan anggaran, dari kelompok besar pembiayaan utang dan pembiayaan nonutang, menjadi kelompok besar pembiayaan utang, pembiayaan investasi, pemberian pinjaman, kewajiban penjaminan, dan pembiayaan lainnya. Tujuan dari klasifikasi baru tersebut agar pembiayaan anggaran menjadi lebih informative, transparan, dan mudah dimengerti oleh pemangku kepentingan.
Secara umum, kebijakan pembiayaan anggaran tahun 2017 diarahkan untuk mendukung prioritas pembangunan nasional. Secara khusus, kebijakan pembiayaan anggaran diarahkan untuk:
1. Mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang terkendali (manageable);
2. Memanfaatkan utang untuk kegiatan produktif dan menjaga keseimbangan ekonomi makro;
3. Menggunakan SAL untuk mengantisipasiketidakpastian ekonomi;
4. Mengembangkan dan mengoptimalkan pembiayaan yang kreatif dan inovatif untuk mengakselerasi pembangunan serta meningkatkan akses pembiayaan bagi UMKM;
5. Menyempurnakan kualitas perencanaan investasi pemerintah;
6. Mendukung pemenuhan kewajiban negara sebagai anggota organisasi/LKI;
7. Mendukung upaya peningkatan ekspor antara lain melalui program National Interest Account;
8. Membuka akses pembiayaan pembangunan dan investasi kepada masyarakat secara lebih luas; dan
9. Mendukung program peningkatan akses terhadap pendidikan dan penyediaan kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
1. Mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang terkendali (manageable);
2. Memanfaatkan utang untuk kegiatan produktif dan menjaga keseimbangan ekonomi makro;
3. Menggunakan SAL untuk mengantisipasiketidakpastian ekonomi;
4. Mengembangkan dan mengoptimalkan pembiayaan yang kreatif dan inovatif untuk mengakselerasi pembangunan serta meningkatkan akses pembiayaan bagi UMKM;
5. Menyempurnakan kualitas perencanaan investasi pemerintah;
6. Mendukung pemenuhan kewajiban negara sebagai anggota organisasi/LKI;
7. Mendukung upaya peningkatan ekspor antara lain melalui program National Interest Account;
8. Membuka akses pembiayaan pembangunan dan investasi kepada masyarakat secara lebih luas; dan
9. Mendukung program peningkatan akses terhadap pendidikan dan penyediaan kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
KESIMPULAN
Tahun 2017 ditetapkan oleh pemerintah sebagai tahun konsolidasi fiskal, sejalan dengan pelaksanaan RPJMN 2015-1019. RAPBN 2017 tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi global dan domestik dengan tetap memperbaiki upaya penerimaan perpajakan. Adapun kebijakan RAPBN 2017 yang dipersiapkan oleh pemerintah untuk menghadapi konsolidasi fiskal dari sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan sebagai berikut:
1. Dari sisi pendapatan negara. Optimalisasi pendapatan negara yang dilakukan dengan menjaga iklim investasi dan dunia usaha, melalui:
a. Pertumbuhan penerimaan perpajakan diproyeksikan sebesar 13-15% dari basis perhitungan pajak tahun 2016;
b. Peningkatan penerimaan negara bukan ajak (PNBP) dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
2. Dari sisi belanja negara. Peningkatan kualitas belanja produktif dan prioritas yang difokuskan pada percepatan pembangunan infrastruktur, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial dengan tetap menjaga pemenuhan belanja yang diamatkan oleh peraturan perundang-undangan (mandatory spending) yaitu anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan anggaran kesehatan sebesar 5% dari APBN. Strategi lain dari sisi belanja negara adalah:
a. Mempertajam sasaran subsidi dan meningkatkan kualitas penyalurannya, serta mengarahkan bantuan sosial ke pola noncash/voucher;
b. Penguatan desentralisasi fiskal melalui peningkatan dana transfer ke daerah dan dana desa.
3. Dari sisi pembiayaan anggaran. Dilakukan pengendalian defisit dan raso utang untuk memperkuat daya tahan mengendalikan risiko, sehingga kesinambungan fiskal dapat terjaga.
1. Dari sisi pendapatan negara. Optimalisasi pendapatan negara yang dilakukan dengan menjaga iklim investasi dan dunia usaha, melalui:
a. Pertumbuhan penerimaan perpajakan diproyeksikan sebesar 13-15% dari basis perhitungan pajak tahun 2016;
b. Peningkatan penerimaan negara bukan ajak (PNBP) dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
2. Dari sisi belanja negara. Peningkatan kualitas belanja produktif dan prioritas yang difokuskan pada percepatan pembangunan infrastruktur, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial dengan tetap menjaga pemenuhan belanja yang diamatkan oleh peraturan perundang-undangan (mandatory spending) yaitu anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan anggaran kesehatan sebesar 5% dari APBN. Strategi lain dari sisi belanja negara adalah:
a. Mempertajam sasaran subsidi dan meningkatkan kualitas penyalurannya, serta mengarahkan bantuan sosial ke pola noncash/voucher;
b. Penguatan desentralisasi fiskal melalui peningkatan dana transfer ke daerah dan dana desa.
3. Dari sisi pembiayaan anggaran. Dilakukan pengendalian defisit dan raso utang untuk memperkuat daya tahan mengendalikan risiko, sehingga kesinambungan fiskal dapat terjaga.
Untuk memperoleh basis perhitungan yang realistis, pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah konsolidasi fiskal yang sudah dibangun antara lain:
1. Melanjutkan kebijakan pemberian stimulus fiskal secara terukur yang lebih berkualitas dengan memberikan insentif fiskal untuk kegiatan ekonomi strategis dan memfokuskan pembangunan infrastruktur untuk mendukung upaya peningkatan kapasitas produksi dan daya saing nasional;
2. Meningkatkan daya tahan fiskal melalui penyediaan bantalan fiskal, meningkatkan fleksibilitas fiskal, dan mengendalikan kerentanan fiskal (fiscal vulnerability); dan
3. Menjaga keberlanjutan fiskal melalui langkah-langkah pengendalian defisit APBN, pengendalian rasio utang terhadap PDB, serta pengendalian defisit keseimbangan primer.
1. Melanjutkan kebijakan pemberian stimulus fiskal secara terukur yang lebih berkualitas dengan memberikan insentif fiskal untuk kegiatan ekonomi strategis dan memfokuskan pembangunan infrastruktur untuk mendukung upaya peningkatan kapasitas produksi dan daya saing nasional;
2. Meningkatkan daya tahan fiskal melalui penyediaan bantalan fiskal, meningkatkan fleksibilitas fiskal, dan mengendalikan kerentanan fiskal (fiscal vulnerability); dan
3. Menjaga keberlanjutan fiskal melalui langkah-langkah pengendalian defisit APBN, pengendalian rasio utang terhadap PDB, serta pengendalian defisit keseimbangan primer.
Dengan strategi dan langkah-langkah konsolidasi fiskal tersebut diharapkan APBN 2017 disusun dengan lebih realistis sesuai dengan batas-batas kemampuan keuangan negara namun tetap bersifat ekspansif serta dapat dikendalikan.
DAFTAR PUSTAKA
Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggran 2017
Advertorial Nota Keuangan dan RAPBN 2017http://www.antaranews.com/berita/583649/penguatan-kebijakan-dan-konsolidasi-fiskal-bantu-indonesia-hadapi-perlambatan-ekonomi-global (diakses pada tanggal 23 Oktober 2016)
http://www.republika.co.id/berita/koran/pareto/16/09/05/od0zs72-rapbn-2017-konsolidasi-di-tengah-ambisi (diakses pada tanggal 23 Oktober 2016)
http://economy.okezone.com/read/2016/08/30/20/1477039/3-langkah-konsolidasi-fiskal-versi-sri-mulyani (diakses pada tanggal 23 Oktober 2016)
Comments
Post a Comment